Wednesday, April 24, 2013

Menikahlah Sebelum Engkau Dinikahkan.. ^_^

4


Menihkahlah Sebelum Engkau Dinikahkan… begitulah pepatah para bujangan galau yang ingin segera menikah, yang memiliki niat tulus untuk menggenapkan iman-nya, tapi pada kenyataannya masih belum mampu melaksanakannya, dikarenakan banyak factor-X yang menghalangi niatnya tersebut. Padahal pada kenyataannya, hanya dibutuhkan keberanian dari sang ikhwan saja untuk melamar sang akhwat yang ingin dinikahinya. Untuk masalah factor-X seperti, biaya pernikahan, mas kawin, tempat tinggal setelah menikah, dan izin orang tua, itu semua bisa diatur, karena Allah semua yang mengatur :). Dan untuk masalah takut ditolak, itu kembali lagi ke masalah kebenarian sang Ikhwan saja. Karena kalo merujuk kembali ke perkataan Umar bin Khattab tentang bujangan yang belum juga menikah, disebabkan karena 2 faktor, yang pertama karena ia pengecut, atau yang kedua karena ia terlalu banyak maksiat. Semoga kita tidak termasuk pada golongan yang kedua yang disebutkan sahabat Umar (Nau’udzubillahi min dzalik), masih mending golongan yang pertama, tidak apa-apalah masih dibilang pengecut, mungkin masih dalam tahap mengumpulkan semua keberaniannya untuk menyegerakan menikah (husnudzon), atau mungkin alasan lain para bujangan galau adalah selalu merasa bahwa ia sedang menunggu saat yang tepat dimana akan indah pada waktunya.. hehehe (ngeles)

Walimatul ‘Ursy… begitulah kata yang sering kali kita baca di Undangan-undangan pernikahan teman-teman kita di Facebook. Kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu pengertian walimah. Kata walimah diambil dari kata Al-Walamu yang maknanya adalah pertemuan. Sedangkan kalo secara istilah bermakna hidangan / santapan yang disediakan pada pernikahan. Jadi kalo di acara resepsi pernikahan gak ada makanan yang dihidangkan, itu namanya bukan walimahan. Karena banyak hadits Rasulullah saw. yang menyebutkan bahwa di dalam acara walimah itu ada makanan yang disuguhkan. Seperti hadits berikut ini. Rasulullah SAW mengadakan walimah untuk Shafiyah dengan hidangan kurma, minyak dan aqt. (HR. Bukhari) dan hadits, Undanglah orang makan walau pun hanya dengan hidangan seekor kambing (HR. Bukhari dan Muslim). Bukan hanya karena ada acara makan-makannya saja walimah itu diselengarakan, tentunya ada tujuan-tujuan lain yang bisa kita lihat dari kacamata Islam memandang. Diantaranya yang pertama, tujuan utama pesta walimah sebenarnya adalah sekedar memberitahukan kepada banyak orang bahwa pasangan pengantin ikhwan dan akhwat ini telah resmi menikah. Lalu acara walimah ini bisa bertujuan untuk dijadikan ajang saling mendo’akan antara pengantin dan para tamu undangan.  Untuk sang pengantin agar mendapat keberkahan dari Allah SWT serta menjadi pasangan yang saling menguatkan dalam iman dan taqwa. Untuk tamu undangan yang belum menikah, didoakan oleh sang pengantin agar segera menyusul untuk menikah. Dan bagi tamu undangan yang sudah menikah, didoakan agar sang suami segera menambah pasangannya lagi (Ciiiaaaat… dipukulin istrinya masing-masing… hehehe becanda). Yang pasti, acara walimahan ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur sang pengantin kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan segala pemberian dari-Nya. 

Banyak kita melihat dan menghadiri acara walimahan teman-teman atau saudara-sadara kita yang berbeda-beda dalam hal penyelengaraannya. Baik itu dari segi upacara adatnya, pesta jamuannya, dan hiburannya. Ada yang upacara adatnya dengan pemandian kembang 7 rupa bagi sang pengantin, ada pula upacara adat melempar uang ke jalan atau istilah lainnya saweran (ini yang ditunggu-tunggu permirsa nih,, hehe.. lumayan). Kalo dari segi acara hiburan, ada yang menampilkan hiburan-hiburan islami, seperti nasyid, theater pelangi (hehehe.. promosi dikit), dan rebana-rebana. Ada pula acara hiburan lainnya seperti menampilkan Band-band papan atas, band papan menengah, sampai band papan seluncur juga ada :D. Ada juga kalo di kampung-kampung masih ada hiburan seperti penampilan wayang kulit tengah malam, gambus, kuda lumping, dang-dutan, sampai penampilan tari jaipongan 7 hari 7 malam (wuiihh… kasihan banget tuh penarinya, pasti gempor… :D ).  

Tadi semua merupakan contoh-contoh penyelenggaraan walimahan sebagai gambaran kepada kita bahwa itulah realita yang terjadi pada masyarakat kita saat ini. Begitu semangatnya untuk mengadakan pesta walimah, sampai-sampai terkadang melewati batas kewajaran dan mulai memasuki wilayah yang sebenarnya tidak lagi sesuai dengan rambu-rambu syariah. Seharusnya, sebagai muslim yang taat menjalankan agama, ketika menggelar acara walimah tentu harus mematuhi rambu-rambu syariah Islam yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Oleh karena itu, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan sebuah acara walimah, agar mendapatkan keberkahan dari Allah swt.

Salah satu diantaranya adalah tidak berlebihan dan boros. Perintah Rasulullah tentang adanya jamuan makan dalam acara walimah bukan berarti kita dibenarkan untuk menghambur-hamburkan harta kita untuk satu kali pesta. Kesan yang seringkali timbul dalam penyelenggaraan pesta walimah adalah memaksakan diri untuk kemegahannya, mereka selalu berfikir “ah.. hanya satu kali ini dalam seumur hidup” tanpa berpikir bahwa semua itu ada batasnya. Dan bila batas wajar itu terlewati, maka di depan ada larangan yang menghadang, yaitu sikap boros yang dikaitkan oleh Allah SWT sebagai saudaranya setan. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra` : 27).

Terkadang ada pemikiran di diri mereka rasa gengsi dan malu jika mereka akan menyelenggarakan acara walimahan yang sebatas bisa melakukan pesta kecil dan sederhana. Lalu mereka terus berfikir, bagaimana cara membuat acara walimahan mereka yang satu kali dalam seumur hidup itu lebih terihat megah dan besar di mata orang lain. Bahkan ada diantara mereka yang sampai rela meminjam uang (ngutang) untuk membuat acara pesta besar-besaran dan membeli mas kawin yang mahal, melebihi batas kemampuan mereka (Nau’udzubillahi min dzalik). Oleh karena itu jika kita ingin menyelenggarakan acara walimahan, keluarkan harta untuk walimah semampunya dan sesanggupnya. Kalau tidak ada, tidak perlu diada-adakan. Sebab yang penting acara walimahnya bisa berjalan dan mendapat ridho dari Allah SWT., dan mengikuti anjuran dari Rasulullah SAW. Dan hal yang terpenting lainnya adalah kehidupan yang kita jalani nanti setelah pernikahan tersebut.

Ada satu kebiasaan yang sudah melekat pada masyarakat kita yang perlu kita kritisi bersama bahwa jika seorang tamu undangan tidak membawa amplop (uang) atau kado saat pesta walimahan, maka tamu tersebut dianggap tidak tahu malu atau tidak tahu diri. Sehingga seolah-olah berlaku hukum bahwa siapa yang tidak punya amplop (uang) dan kado yang diserahkan kepada petugas penerima tamu di depan, maka tidak boleh datang menghadiri pesta walimah. Bahkan ada juga diantara mereka yang menulis di kartu undangan, “jangan membawa kado, bawa amplop berisi uang saja sudah cukup, agar kami tidak tekor alias rugi” (kebangetan nih orang >.<). Ini menggambarkan seolah-olah digelarnya acara walimah semata-mata mengharapkan 'bantuan' finansial dari hadiah dan amplop tersebut untuk menutupi semua pengeluaran dalam acara tersebut. (HadeuuuH -___-“). Oleh karena itu, kita harus membuang kebiasaan kurang baik tersebut, sehingga dalam penyelenggaraan walimah kita tidak terlalu mengharapkan pemberian amplop atau kado. Jika ada yang memberi, Alhamdulillah… :D

Lalu kebiasaan buruk lainnya yang ada di masyarakat yang harus dikritisi adalah acara walimahan yang tidak menghormati waktu shalat. Pemandangan amat ironis yang sering kita lihat adalah ketika sebuah pesta walimah yang digelar di dekat masjid, Tatkala adzan berkumandang, iqamat dilantunkan, shalat berjamaah dilaksanakan oleh imam, tapi musik walimah terus saja dilantunkan. Ibarat pepatah kafilah berlalu, anjing pun menggonggong. Yang shalat tetap shalat, yang asyik joget dengan musik pun tetap asyik. Seharusnya sebagai penyelenggara perlu menghentikan lantunan musiknya sejenak agar menghormati orang yang sedang shalat dan mengumumkan kepada para tamu undangan bahwa waktu shalat sudah tiba.

Selain itu yang perlu kita perhatikan dalam menyelenggarakan walimahan, Rasulullah saw mengajarkan kepada kita untuk mengundang anak yatim dan orang miskin, jadi bukan hanya orang kaya saja yang diundang. Sebagaimana hadits Rasulullah Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Makanan yang paling jahat adalah makanan walimah. Orang yang butuh makan (si miskin) tidak diundang dan yang diundang malah orang yang tidak butuh (orang kaya). (HR. Muslim). Inilah walimah yang paling jahat yang dikatakan Rasulullah saw dan alangkah sedihnya bila orang-orang miskin malah tidak dapat makanan dan tempat duduk.

Maka marilah kita tanamkan pada diri kita, keluarga kita dan masyarakat kita bahwa dalam membuat acara walimah perlu diperhatikan hal-hal diatas. Meskipun walimahan tersebut terlihat seperti acara sederhana saja, akan tapi acara tersebut penuh makna dan berlimpah keberkahan dari Allah SWT. Aamiin..

Wallahu a'lam bishshawab
By
RZK
Readmore »»

Sunday, April 21, 2013

Menghargai Waktu

0
Di dalam Surat Al-'Ashr, Allah Swt, Tuhan kita, Tuhan semesta alam, berjanji secara tegas dengan mengatas-namakan masa atau waktu. Secara eksplisit bisa kita jelaskan bahwasanya Allah memberi petunjuk kepada kita bahwa waktu amatlah begitu penting bagi umat manusia dan kesuksesan seseorang itu amat erat kaitannya dengan waktu. Jadi bisa kita simpulkan juga bahwa kualitas diri seseorang itu bisa kita lihat dari bagaimana ia menyikapi waktu.

Waktu tak akan pernah bisa kembali. Tak akan pula kita bisa menghentikannya, memperlambatnya, atau mempercepatnya (kayak dvd player aja). Waktu diberikan oleh Allah swt. sama 1 hari ada 24 jam. Ada seseorang yang dalam 24 jam itu mampu mengurus sebuah organisasi, ada yang mampu memimpin perusahaan, ada pula yang mampu mengurus negara, namun ada juga yang mengurus dirinya sendiri saja ia tidak sanggup. (na'udzubillahimindzalik). Kawan, orang yang sukses dan orang yang gagal memiliki waktu yang sama, 1 hari 24 jam. Saya dan kawan pembaca juga sama. Kita dan San Diaga Uno atau Bob Sadino juga sama. Kita dan M. Anis Matta, sama. (Kita dan Satpam juga sama 1 x 24 jam tamu harap lapor). Kita dan nabi Muhammad saw. juga sama 1 hari 24 jam. Tapi mengapa nasib kita berbeda-beda??? Boleh jadi salah satu faktor penting yang mempengaruhinya adalah bagaimana cara kita bersikap terhadap waktu. 

Waktu akan menghakimi orang yang menggunakannya. Orang yang setiap saat menggunakan waktunya untuk hal-hal yang tidak berguna maka ia akan menjadi orang yang tidak berguna. Jika waktu digunakan untuk hal-hal yang sia-sia, maka ia akan menjadi sampah. Sebaliknya jika waktu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat maka ia akan menjadi orang yang bermanfaat. Rasulullah saw. bersabda "Min husnil islamil mar'i tarkuhu maa laa ya'nih" diantara tanda / ciri-ciri seorang muslim yang baik adalah meninggalkan hal yang sia-sia / tidak bermanfaat bagi dirinya. 

Kita sebagai seorang muslim dituntut untuk bisa bersikap sensitif terhadap waktu. Islam mengajarkan kita untuk Shalat 5 waktu dalam sehari, ini menggambarkan bahwa  kesuksesan itu sangat dekat kepada orang-orang yang sensitif terhadapp waktu. Semakin ia menghargai waktu, maka semakin bernilai waktu-waktu yang ia lalui. Semakin sering ia melihat waktu, maka itu membuktikan bahwa ia adalah orang yang sangat menghargai waktu. Semakin jarang ia melihat waktu, bisa dikatakan bahwa orang tersebut belum menganggap waktu itu begitu penting. Seseorang yang tidak menganggap penting sesuatu yang penting bagi dirinya, bisa dikatakan bahwa ia telah menyia-nyiakan nila-nilai yang berharga bagi dirinya sendiri.  Hasil penelitian mengatakan orang yang sering memperhatikan waktu, akan lebih mempunyai waktu yang efektif dan lebih bermakna. Hasil penelitian, orang yang tidak memiliki jam biasanya akan lebih sering menyia-nyiakan waktunya. Bagaimana orang tersebut ingin mengetahui waktu, untuk mencari tahu waktu saja ia sudah kehilangan  waktu. Pertanyaan orang yang tidak memiliki jam pasti sama, "Jam berapa sih sekarang?" "kam is sa'ah??" (bahasa arab), "jam sabaraha euy??" (red. sunda). Saya meminta maaf sebelumnya, saya tidak bermaksud menyinggung kawan pembaca yang belum ingin memiliki jam, tapi saya bermaksud meluruskan bahwa kita sebagai seorang muslim yang baik seharusnya memiliki pemahaman bahwa kita tidak menginginkan kehilangan satu jam, satu menit, atau satu detik pun yang berharga dalam kehidupan kita. Sehingga ketika kita sudah terbiasa sensitif terhadap waktu, maka sesungguhnya kesuksesan sedang mengunggu untuk datang menghampiri kita.

Sebagai seorang muslim yang baik seharusnya kita harus beranggapan bahwa setiap satu satuan waktu adalah satu satuan amal. Jadi jangan sia-siakan waktu umur hidup kita dengan perbuatan-perbuatan yang sia-sia. Penuhilah waktu-waktu kita dengan amalan-amalan terbaik kita. Jangan sampai kita menyesal pada akhirnya. Karena Allah hanya memberikan kita pilihan pada permulaan, tapi tidak memberikan kita pilihan pada akhiran.

Sekian dulu,

By

Rzk

Inspired by ceramah Aa Gym
Readmore »»

Monday, April 15, 2013

I'm Coming Back.... ^_^

0
Setelah sekian lama rasanya saya tidak kembali membuka blog ini, dikarenakan keteledoran saya sehingga saya lupa passwordnya apa (parah). Tiba2 saja seperti ada yang membisikkan ke telinga saya "passwordnya ini looh". Kagetlah saya. Sejurus kemudian saya mencobanya, dan Alhamdulillah, berhasil-berhasil-berhasil-hore (gaya Dora), hehehe.... Nah sekarang yang jadi pertanyaan saya , siapa kiranya yang membisikkan jawabannya ke telinga saya itu ya?? Moga aja bukan syaithan terkutuk yang melakukannya, karena saya masih menginginkan adanya keberkahan dalam tulisan-tulisan yang ada di dalam blog ini.

Meskipun kebanyakan isi materi dari blog ini merupakan salinan dari kumpulan tulisan-tulisan para ulama yang saya cintai dan sedikit ikut campur tulisan sendiri, akan tetapi saya masih berharap banyak kepada rekan-rekan yang sudi mampir atau "nyasar" di blog ini, moga dapat mengambil manfaatnya, meskipun hanya sedikit. Dan itu akan menjadi amal jariyah buat saya dan para ulama tsb.


Terakhir, saya berharap semoga saya bisa aktif berposting ria kembali di sini. Aamiin.. :)

Salam ketik,

Rizka Rahman Readmore »»

Tuesday, October 18, 2011

Dakwah Parlemen

0

Menyusun Undang-undang di DPR tidak sama dengan membuat hukum tandingan atas hukum yang Allah turunkan. Sebaliknya,
duduknya para juru dakwah di parlemen adalah sebuah upaya untuk meresmikan hukum Allah agar bisa diakui oleh masyarakat sebagai hukum yang positif. Misi mereka adalah bagaimana menjadikan ayat-ayat Al-Quran dan As-Sunnah menjadi resmi diakui sebagai undang-undang negara. Bila belum bisa semua secara sekaligus, tentu harus satu persatu.

Semua itu adalah sunnatullah dan ciri khas dakwah para nabi dan Rasul, serta contoh nyata perjuangan para salafush-shalih. Mereka tidak pernah meninggalkan perjuangan untuk menerapkan syariat Islam hanya karena umatnya belum mau menerima langsung sepenuhnya.

Hal ini mengingat bahwa negara ini secara resmi tidak mengakui hukum Islam secara total, kecuali hanya beberapa bagian kecil saja. Kalau kita masih mengakui eksistensi negara ini, maka kewajiban kita adalah memperjuangkan secara resmi dan penuh dengan legitimasi agar lebih banyak lagi hukum Islam yang bisa diakui dan berlaku di negara ini.

Namun sebaliknya, bila kita beranggapan tidak boleh memperjuangkan tegaknya hukum Islam di dalam konstitusi negara, konsekuensinya kita pun tidak boleh mengakui keberadaan negara ini. Sebuah sikap yang tidak konsekuen dengan realita yang ada. Sebab Rasulullah SAW pun bisa melihat realitas bahwa di sekelilingnya ada banyak negara besar yang tidak menjalankan hukum Allah. Bahkan secara resmi Rasulullah SAW berkirim surat kepada para penguasa dunia lengkap dengan stempel resmi kenabian. Artinya, beliau SAW mengakui keberadaan negara-negara kafir itu.

Sementara, negara kita sebenarnya tidak 100% kafir, sebab mayoritas penduduknya muslim dan para pemegang tampuk kekuasaannya pun orang-orang Islam. Bahkan tidak semua hukum Islam ditolak, meski yang tertampung di dalam hukum positif negeri ini terlalu sedikit. Namun semua itu terjadi bukan tanpa perjuangan sebelumnya.

Bukankah sebelum dijajah oleh barat, negeri ini adalah negeri Islam yang menjalankan syariah Islam ? Bukankah negeri ini merdeka -setelah izin Allah- atas jasa para mujahidin yang mengorbankan nyawa demi tegaknya hukum Islam ? Bukankah ketika negara ini berdiri, masih ada kekuatan Islam yang berupaya menjadikan hukum Islam tegak berdiri secara resmi di negeri ini ? Bukankah umat Islam selama kemerdekaan tetap terus berupaya merebut hak mereka untuk menegakkan hukum Islam di negeri ini?

Lalu mengapa kita menafikan semua perjuangan dan jasa pendahulu kita dalam menegakkan hukum Islam ? Bukankah kesempatan untuk menegakkan hukum Islam sekarang ini terbuka lebar ? Dan sederhananya, asalkan didukung oleh mayoritas anggota dewan, maka tidak ada aral lagi untuk meresmikan penerapan syariat Islam. Bukankah mayoritas anggota legislatif adalah umat Islam juga?.

Lalu mengapa setelah semua kesempatan untuk menancapkan hukum Islam terbuka, masih adanya saja pihak-pihak yang tidak setuju memperjuangkan dakwah lewat parlemen ? Apakah hukum Islam bisa tegak kalau kita hanya berkutat pada aktifitas berpidato, ceramah, khutbah dan cetak buku ? Apakah hukum Islam bisa tegak hanya dengan mengeluarkan fatwa halal dan haram atau bid`ah dan sunnah ? Apakah memperjuangkan tegaknya syariat Islam tidak termasuk menghidupkan sunnah nabi SAW ?

Kalau pun kita belum mampu berjuang menegakkan Islam lewat kesempatan berdakwah di parlemen, minimal kita tidak boleh menghalangi niat orang lain yang sudah punya kesempatan. Sebaliknya, kita justru harus mendoakan perjuangan mereka agar berhasil berdiplomasi untuk semakin banyak meng-golkan syariat Islam di negeri ini. 


Wallahu 'Alam bish shawab Readmore »»

Saturday, June 11, 2011

Tentang Ramalan Hari Kiamat

0
Ternyata di negeri yang katanya paling maju sekalipun seperti Amerika Serikat masih banyak sekali yang masih percaya pada ramalan ataupun takhayul. Tidak jarang masyarakat sekarang yang banyak notabenya dari negara berkembang seperti di Indonesia terkena imbas-nya juga. Ada yang mempercayai bahwa ketika rumah mereka ditemui burung gagak hitam atau kucing berbulu hitam mereka akan mendapatkan kesialan beruntun, atau seperti menyalakan kembang api dan meniup terompet di malam tahun baru yang bertujuan untuk mengusir dan menakut-nakuti roh-roh jahat, bahkan dari mereka ada yang berani meramalkan hari kiamat besar di dunia ini akan terjadi.

Hingga beberapa minggu ini pembahasan tentang kapan terjadinya hari kiamat ini masih menjadi topik yang hangat dibicarakan dibeberapa media informasi di Amerika Serikat. Menurut mereka yang yakin dan mempercayai adanya ramalan tersebut, ada beberapa versi sumber ramalan yang mengatakan kiamat besar itu akan terjadi seperti salah satunya adalah ramalan suku Maya, yang menurut informasi adalah merupakan suku tertua di benua Amerika. Pada sistem penanggalan didalam Kalender Bangsa Maya / Maya Calendar yg menurut anggapan mereka merupakan kalender paling akurat hingga kini yg pernah ada di bumi. (Perhitungan Maya Calendar dari 3113 SM sampai 2012 M), mereka (Bangsa Maya) menyatakan pada tahun 2012, tepatnya tanggal 21 Desember 2012, merupakan “End of Times”.

Kemudian sumber informasi lainnya adalah dari salah seorang pendeta Amerika Serikat terkenal Harold Camping yang memiliki puluhan juta pengikut setia, dengan tegas mengatakan bahwa hari kiamat besar akan terjadi sesuai dengan prediksi Bible, “Blow the trumpet, warn the people” (Tiuplah sangkakala, peringatkan umat manusia),” demikian kutipan ayat Bibel yang diambil dari Yehezkiel 33:3. “Judgment Day May 21, 2011. The Bible Guarantees it!” (Hari Penghakiman akan tiba 21 Mei 2011. Alkitab (Bibel) Menjamin Kebenarannya!" begitu tegasnya. Akan tetapi setelah tanggal yang ia perkirakan itu lewat dan gagal dibuktikan, sang pendeta ini tidak mau menyerah dan tidak mau kehilangan pengikut setianya sehingga ia membuat ramalan baru tentang hari kiamat yang akan jatuh pada tanggal 21 Oktober 2011 nanti.

Meskipun yang mempercayai ramalan-ramalan tersebut lebih banyak bukan dari kalangan kaum muslimin, akan tetapi tidak banyak pula dari kaum muslimin yang setidaknya sedikit terpengaruh oleh pemberitaan di media yang mereka lakukan, baik itu melalui berita televisi, internet, ataupun melalui berbagai Film seperti Film terkenal buatan Amerika yang berjudul “2012”. Walaupun mereka yakin tidak mempercayainya, akan tetapi secara tidak langsung sebagian dari mereka ada sedikit rasa takut tentang pemberitaan dan wacana tersebut akan terjadi sesuai prediksi. Seperti contohnya, meskipun mereka yakin tidak mempercayai pemberitaan dan penggambaran dari Film “2012”, akan tetapi mereka tetap menonton film tersebut dan mengagumi kiamat yang digambarkan oleh sutradaranya dan ada sedikit rasa ketakutan jika yang digambarkan itu terjadi. Atau cerita lainnya, mereka yakin benar tidak akan terjadi kiamat sesuai ramalan pendeta Harold Camping tersebut, namun mereka dengan iseng mengatakan, “ Cepat-cepat wujudkan mimpimu! keburu Kiamat 2012 looh..”. Na'udzubillahi min dzalik semoga kita tidak pernah memikirkan dan mengatakan hal yang seperti itu. Karena sudah jelas hukumnya, jika kita memiliki keyakinan pada sebuah ramalan meskipun itu hanya sedikit adalah haram. Seperti yang digambarkan pada hadist dibawah ini.

“Barangsiapa yang mendatangi seorang peramal lalu mempercayai apa yang diramalkan, maka ia telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .” (HR. Tirmidzi No. 135, Abu Dawud No. 3904, Ibnu Majah No. 639 dan Ahmad No. 9252)

Dari Shafiyyah binti Abu ‘Ubaidah r.a dari sebagian isteri-isteri Nabi S.aw, bahwa beliau bersabda : ” Barangsaiapa mendatangi seorang ‘arraf/peramal kemudian ia bertanya kepadanya tentang sesuatu, lalu ia mempercayainya,maka tidak diterima shalatnya 40 hari ” (HR. Muslim)

Seharusnya Umat Islam percaya dan yakin bahwa Hari Kiamat Besar itu tidak dapat diramalkan, karena yang mengetahui kapan terjadinya itu hanyalah Allah Azza wa Jalla saja, Tuhan Seluruh Alam. Seperti yang jelas digambarkan oleh Allah swt. dalam Al-Quran bahwa:




Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.” Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al A’raaf 187).
 

Dari penggalan ayat di atas, Allah sudah menggambarkan dengan jelas bahwa akan banyak diantara manusia yang akan memprediksi tentang kapan kiamat terjadi, dan lalu Allah swt. membantahnya dengan tegas sangkaan-sangkaan manusia tersebut, bahwa hanya Dia lah yang memiliki Rahasia kapan hari kiamat itu akan terjadi.

(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya?. Untuk apa engkau perlu menyebutkan waktunya?. Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). Engkau Muhammad hanyalah pemberi peringatan bagi yang takut kepadanya (hari kiamat) ". ( Surah An-Naziat : 42-45)


Wallahu 'alam bishawab.
By
Rzk
Readmore »»

Monday, May 16, 2011

Optimis Bagian dari Kemenangan

0
Ikhwati fillah…

Dalam kelelahan, ketegangan dan kekalutan kaum muslimin masih memiliki secercah harapan meraih kemenangan. Itulah yang terjadi pada saat kaum muslimin dikepung oleh pasukan Ahzab. Bahkan dalam situasi yang menegangkan dan jauh dari perhitungan untuk menang itu mereka masih berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Maha Benar Allah dan Rasul-Nya. Tidaklah bertambah dalam diri mereka kecuali keimanan dan kepasrahan pada Allah SWT.” Dalam kesiapan penuh, menghadapi kepungan musuh dan kondisi medan yang begitu berat, Rasulullah SAW. Memompa semangat dengan menjanjikan bahwa mereka akan dapat menundukkan Romawi, Persia, Iskandariyah dan negeri-negeri lainnya. Akhirnya kaum muslimin mendapatkan kemenangan pada perang Ahzab tersebut tanpa pecahnya peperangan lazimnya dan Allah SWT. membuktikan janji-Nya menaklukkan negeri-negeri besar pada masa pemerintahan Umar bin Khathab RA.

Lihatlah pula nasihat yang teduh bagai air di padang pasir, taujih dan janji Rasulullah SAW. yang amat menyejukkan hati keluarga Ammar bin Yasir. ‘Sabarlah wahai keluarga Yasir tempat yang dijanjikan Allah bagimu adalah syurga’. Seuntai kalimat dari seorang murabbi akan mampu meredam sakitnya penderitaan, menahan gejolak kesakitan dan membangkitkan semangat berbuat meski tidak dapat merayakan kemenangan.

Wahai saudaraku yang kucintai di jalan Allah.


Perjalanan hidup umat teladan hendaknya menginspirasi aktifitas yang kita lakukan saat ini. Betapa banyak pengalaman mereka dapat kita jadikan cermin hidup agar rambu-rambu perjalanan menjadi jelas dan terang. Seperti jelasnya perjalanan generasi terbaik dalam sejarah umat ini sehingga mereka mendapatkan harapannya di dunia dan akhirat tanpa takut kerugian sedikit pun.

Wahai saudaraku yang kucintai karena Allah
.

Kemenangan umat terdahulu banyak kita temukan bermula dari optimisme yang tinggi untuk meraih kemenangan. Optimisme yang stabil menghantarkan mereka cepat atau lambat menuju kegemilangan. Karena optimisme bagian dari kemenangan itu sendiri. Baik kemenangan di dunia ataupun di akhirat.

Optimisme orang-orang beriman sangat melekat pada jiwanya karena mereka yakin bahwa mereka bersama Allah SWT. Dengan kebersamaannya bersama Allah itulah mereka meyakini perbuatannya, proses dan prosedurnya serta keberhasilannya mencapai kesuksesannya. Dengan optimisme itu segala yang berat menjadi ringan, yang susah menjadi mudah dan yang rumit menjadi sederhana.

Ketika optimisme sudah merasuk ke jiwa maka dorongan besarlah yang muncul, dorongan untuk melakukan sebuah cita-cita agar meraih kejayaan. Ketika seorang sahabat bertanya pada Rasulullah SAW. ‘Bagaimana nasib saya bila maju ke medan peperangan yang sedang berkecamuk itu’, beliau menjawab: ‘kamu akan mendapatkan syurga’ maka sahabat itu segera maju ke depan bahkan membuang kurma yang sedang dikunyahnya seraya bergumam: ‘ini akan memperlambat saya mendapatkan syurga’. Subhanallah begitulah sebagian dari kisah generasi teladan Islam.

Saat optimisme membumbung tinggi dalam sanubari seorang mukmin ia akan bergerak, bersikap, berjalan dan berkorban meskipun ia belum tentu dapat merasakan nikmatnya kemenangan. Karena sesungguhnya dengan jiwa optimis itu mereka sudah mendapatkan kemenangan yang sesungguhnya. Paling tidak ia terdorong untuk memberikan sumbangsih mulianya demi keyakinan yang ia imani.

Wahai saudaraku seiman.


Saat ini hal-hal yang menghadang perjalanan kita menuju kejayaan amatlah banyak. Rintangan, gangguan cobaan datang silih berganti. Baik yang datang dari luar ataupun yang ada dalam diri sendiri. Sepertinya mereka tidak pernah lelah dan berhenti. Mereka tidak menghendaki kemenangan ada di tangan kita. Apabila kita pun lelah dan jenuh menghadapinya maka selamanya kita tidak akan pernah mencicipi rasa kemenangan itu.

Tatkala kita lelah muncul bisikan-bisikan nista sambil mengatakan untuk apa berkorban apakah pengorbanan yang kamu lakukan akan kamu dapati hasilnya. Apakah pengorbanan itu akan kita rasakan. Jangan-jangan kita yang berkorban malah orang lain yang menikmatinya. Dan sedihnya lagi apa yang sudah kita lakukan akan dipungkiri dan digugat. Mereka juga akan menutup mata pada apa yang kita perbuat. Bisikan-bisikan ini sering kali mampir di telinga kita. Seakan-akan mereka ingin menyetop lajunya langkah kaki-kaki kita.

Wahai saudaraku yang kukasihi karena iman.

Gangguan yang menggelayuti kita mesti kita lawan, karena kita mempunyai iman, kita mempunyai keyakinan dan kita bersama keberkahan Allah SWT. Dan itu berangkat dari jiwa optimis yang ada dalam diri kita. Marilah kita hayati dan yakini sabda Rasulullah SAW. Di saat menghantarkan para sahabat dalam perang ahzab:
‘Fasiruu bi barakatillah wa antum fa’izuun, Berangkatlah kalian dengan keberkahan Allah dan kalian akan menang’.

Allahu akbar… walillahilhamd. Amin.

Readmore »»

Thursday, November 25, 2010

Mencintai itu Sebuah Keputusan

0
Lelaki tua menjelang 80-an itu menatap istrinya. Lekat-lekat. Nanar. Gadis itu masih terlalu belia. Baru saja mekar. Ini bukan persekutuan yang mudah. Tapi ia sudah memutuskan untuk mencintainya. Sebentar kemudian ia pun berkata,"Kamu kaget melihat semua ubanku? Percayalah! Hanya kebaikan yang kamu temui di sini".Itulah kalimat pertama Utsman bin Affan ketika menyambut istri terakhirnya dari Syam, Naila. Selanjutnya adalah bukti.

Sebab cinta adalah kata lain dari memberi. sebab memberi adalah pekerjaan.. sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat. sebab pekerjaan berat itu harus ditunaikan dalam waktu lama. sebab pekerjaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh.

maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat ia mengatakan, "Aku mencintaimu". Kepada siapapun! Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian disitu.

Aku mencintaimu, adalah ungkapan lain dari Aku ingin memberimu sesuatu. Yang terakhir ini juga adalah ungkapan lain dari,
"Aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia..."
"aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin..."
"aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku, proses pertumbuhan dirimu, melalui kebajikan harian yang akan kulakukan padamu ..."
"aku juga akan melindungi dirimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu...."

Dan proses pertumbuhan itu taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. Sekali kamu mengatakan kepada seseorang, "Aku mencintaimu", kamu harus membuktikan ucapan itu. Itu deklarasi jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan memberi, kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi. Sekali deklarasi cinta tidak terbukti, kepercayaan hilang lenyap.

Tidak ada cinta tanpa kepercayaan. Begitulah bersama waktu suami atau istri kehilangan kepercayaan kepada pasangannya. Atau anak kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya. Atau sahabat kehilangan kepercayaan kepada kawannya. Atau rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya. Semua dalam satu situasi: cinta yang tidak terbukti.

Ini yang menjelaskan mengapa cinta yang terasa begitu panas membara di awal hubungan lantas jadi redup dan padam pada tahun kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Dan tiba-tiba saja perkawinan bubar, persahabatan berakhir, keluarga berantakan, atau pemimpin jatuh karena tidak dipercaya rakyatnya.

Jalan hidup kita biasanya tidak linear. Tidak juga seterusnya pendakian. Atau penurunan. Karena itu, konteks di mana pekerjaan-pekerjaan cinta dilakukan tidak selalu kondusif secara emosional.

Tapi disitulah tantangannya: membuktikan ketulusan di tengah situasi-situasi yang sulit. Di situ konsistensi teruji. Di situ juga integritas terbukti. Sebab mereka yang bisa mengejawantahkan cinta di tengah situasi yang sulit, jauh lebih bisa membuktikannya dalam waktu yang longgar.

Mereka yang dicintai dengan cara begitu, biasanya mengatakan bahwa hati dan jiwanya penuh seluruh. Bahagia sebahagia-bahagianya. Puas sepuas-puasnya. Sampai tak ada tempat bagi yang lain. Bahkan setelah sang pencinta mati.

Begitulah Naila. Utsman telah memenuhi seluruh jiwanya dengan cinta. Maka ia memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah suaminya terbunuh. Ia bahkan merusak wajahnya untuk menolak semua pelamarnya. Tak ada yang dapat mencintai sehebat lelaki tua itu.
Readmore »»

Monday, October 25, 2010

Kisah Hay bin Yaqdzan

3
Falsafah dan Orang Awam

Ilmu falsafah amat sukar untuk dipelajari. Dengan berbagai masalah dan istilahnya yang kerap sulit sekali untuk dipahami dan hambar ketika dibaca, maka dari itu falsafah susah sekali memikat hati dan minat pembaca yang awam. Tidak heran jikalau seorang filosof seperti Ibnu Haitham menutup salah satu kitab falsafahnya (430H) dengan tegas mengatakan:

“Saya tidak menghadapkan kalam saya ini kepada semua manusia. Akan tetapi kepada tiap-tiap seorang dari mereka, yang harganya sama dengan ribuan, bahkan puluhan ribu orang. Dikarenakan tidak banyak manusia yang sampai kepada hak atau kebenaran yang halus dan tajam itu, kecuali yang mempunyai pemahaman yang halus dan tajam diantara mereka!”

Akan tetapi, sungguhpun demikan, falsafah itu bukanlah semestinya tetap menjadi milik dan dimonopoli oleh orang-orang yang digambarkan di atas saja. Semua orang dapat merasakan faedahnya apabila dapat disajikan dengan cara yang berbeda dan lebih mudah untuk dibaca.

Suatu ketika seorang awam bertanya kepada seorang Filosof Yunani, “Apakah faedahnya falsafah itu ?” Dijawabnya dengan mudah dan singkat, “Faedahnya adalah agar jangan ada satu batu bertengger diatas batu yang lain”.

Maksudnya ialah bilamana seorang penonton yang duduk diatas batu ketika menonton theater (tempat menonton berbagai macam permainan pada zaman itu), si penonton itu jangan disamakan derajatnya dengan batu yang ia duduki.

Jikalau si awam tidak sampai kepada falsafah, maka menjadi sebuah hutang bagi seorang filosof untuk mencapai usaha agar falsafah dapat memasuki alam pikiran mereka, menurut kadar dan cara yang sepadan dengan tingkatan akal mereka agar mereka dapat merasakan kelezatan hikmah-hikmahnya.

Maka Ibnu Thufail-lah yang mendapat kehormatan sebagai filosof muslim yang menunjukkan langkahnya dengan hasil yang gemilang.

Ibnu Thufail merupakan salah satu dari bintang-bintang filosof Andalusia dalam Abad ke-12. Ia mengetahui dimana letaknya rahasia bagaimana tulisannya dapat menjadi kegemaran masyarakat pada masa itu. Bahkan sampai-sampai pintu istana Amir Yusuf Abi Ja’ pun dibukakan agar ia dapat masuk menjadi tamu kehormatannya berkat tulisan-tulisannya.

Dia memahami bahwa didalam pembaca umum ada satu kaidah yang tidak boleh tidak harus ada, yakni yang dinamakan orang “avontlurik elemen” atau kisah-kisah pengalaman yang diluar dari kebiasaan, yang dapat mengorbankan perasaan (sensasional). Umpamanya seperti terdapat dalam cerita-cerita 1001 malam, Abu Nawas, dan lain-lain yang tidak saja hanya menjadi bacaan umum, akan tetapi telah menjadi sebagian dari perpustakaan dunia.

Kaidah itulah yang ditujukan oleh Ibnu Thufail dengan roman Falsafahnya yang bernama “Hay bin Yaqdzan” (si Hidup anak Kesadaran), yang diakui sebagai salah satu kitab yang “paling aneh dalam Abad Pertengahan”.

Kaidah yang diapakai Ibnu Thufail ini telah banyak diikuti oleh penulis-penulis terkenal Eropa setelah beliau seperti penulis dari cerita “Robinson Crusoe”, “Gulliver”, dan lain-lain.

Marilah kita baca sedikit ringkasan dari “roman” yang aneh ini:

“Arkian, menurut cerita orang-orang tua kita dahulu kala (demikianlah Ibnu Thufail memulai ceritanya). Di daerah tanah India, di bawah khatulistiwa, ada sebuah pulau yang didiami oleh seorang manusia yang lahir tidak berbapak dan tidak beribu.
Hal yang demikian itu dimungkinkan terjadi karena atmosfer dipulau itu adalah atmosfer yang sungguh nyaman dan paling bersih di dunia ini, oleh karena mendapat cahaya dari ruang langit yang paling tinggi. Ada yang mengatakan bahwa seseorang yang tinggal dipulau tersebut bernama Hay bin Yaqdzan.

Sebelumnya, ada yang mengatakan pula bahwa didekat pulau yang dimaksudkan itu ada lagi sebuah pulau yang amat banyak penduduknya. Pulau ini diperintah oleh seorang raja, yang amat tinggi hati dan cemburu tabiatnya. Raja tersebut memiliki seorang saudari perempuan yang selalu dihalang-halangi apabila hendak bersuami. Karena menurut pendapat pendapat sang raja belumlah ada pria di negerinya yang sepadan dengan saudari perempuannya itu.

Walaupun demikian, saudari raja tersebut akhirnya dapat juga menikah secara rahasia dengan seorang petani yang dicintainya, menurut peraturan agama yang berlaku di negeri itu. Hingga kemudian didapatlah dari pasangan suami-istri tersebut seorang anak laki-laki yang mereka namakan “Hay bin Yaqdzan”.
Akan tetapi alangkah sedihnya bilamana sukacita si Ibu dan si Bapak diputuskan, karena terpaksa harus berpisah dengan anak mereka yang baru lahir itu, dengan alasan hendak menyembunyikan pernikahan mereka yang tidak disukai oleh raja yang angkara murka itu.

Hay bin Yaqdzan dimasukan kedalam sebuah peti bertutup oleh ibunya. Dengan diiringi oleh teman-teman ibunya yang setia, pergilah si Ibu membawa si jantung hatinya dimalam yang gelap gulita ke tepi pantai. Disanalah ia berpisah dengan anaknya yang tercinta untuk selama-lamanya. Dengan hati remuk redam dan air mata yang bercucuran diletakanlah peti kecil itu ditepi laut serta berdoa kehadirat Ilahi, “Ya Tuhanku, Engkaulah yang menjadikan anak ini diwaktunya dia belum ada, Engkau pelihara dia selama di dalam kandunganku dan telah Engkau pelahara dia dari mulai lahir hingga sampai saat ini”.

“Maka sekarang, kuserahkan anakku ini kepada lindungan Engkau, ya Tuhanku, karena takut kepada raja yang dzalim itu. Janganlah dia Engkau tinggalkan, ya Arhamarrahimin”
Sejurus kemudian datanglah pasang naik yang biasanya meliputi pantai itu setahun sekali. Peti yang berisi bayi itu dibawa alun, terapung-apung beberapa lama dilautan yang besar, tertutup oleh ranting-ranting dan dedaunan kayu, terlindung dari hujan dan panasnya matahari.

Setelah pasang mulai turun terkandaslah peti tersebut pada sebuah pulau lain yang tidak didiami oleh manusia. Setelah terhempas beberapa kali oleh ombak tepi laut, pecahlah kunci peti tersebut.

Sesaat kemudian terdengarlah tangis Hay bin Yaqdzan yang sayup-sayup karena kedinginan dan kelaparan oleh seekor kambing hutan yang baru saja kehilangan anaknya. Disangka kambing itu adalah anaknya yang memanggil-manggil, dengan cepat ia berlari menuju sumber suara. Ternyata yang didapati oleh kambing tersebut adalah sebuah peti yang hampir pecah. Setelah ditanduknya beberapa kali, petipun terbelah menjadi dua, dan dilihat didalamnya terdapat seorang anak yang sedang menangis kedinginan. Melihat kondisi anak itu, maka jatuhlah rasa kasihan si kambing hutan, lalu disusukan dan dipeliharanya sebagai penggganti anaknya sendiri yang sudah hilang.......!”

Demikianlah Ibnu Thufail memulai roman falsafahnya dengan sajak ritma prosa yang meningkatkan selera pembaca untuk membacanya. Begitulah contoh apabila ilmu falsafah jatuh ke tangan seorang ahli syair. Ia berusaha agar ilmu falsafah yang ia miliki dapat memasuki alam pikiran pembaca melalui keahliannya sebagai ahli syair.
Ketika si pembaca sedang asyik merunutkan kisah nasib Hay bin Yaqdzan, setahap-demi setahap disisipkanlah ilmu-ilmu alam tentang teori “spontan generation” dan dihubungkannya dengan asal-usulnya Hay bin Yaqdzan pada awal cerita, yakni tentang mungkin atau tidaknya suatu makhluk yang lahir dari tumbuh-tumbuhan, hewan ataupun manusia yang secara tiba-tiba mengalami proses pertumbuhan dan pengasuhan oleh makhluk yang berbeda jenis, tidak sebagaimana mestinya.

Begitulah seterusnya cerita roman ini menarik pembacanya untuk merunutkan keberuntungan Hay bin Yaqdzan dari kecil menjadi muda, remaja, dewasa, hingga berpikiran matang.

Berkat penglihatannya yang jernih baik dari mata dzahirnya maupun mata hatinya, pendengarannya yang sehat, serta perasaan dan akalnya yang tajam didapatlah bermacam-macam ilmu yang ia dapat secara otodidak berupa ilmu berburu, bercocok tanam, bertenun, ilmu anatomi, dan lain-lain. Dan dari setiap kepintaran dan pendapat baru itu oleh Ibnu Thufail selalu disisipkan bermacam-macam pandangan falsafah dalam roman itu.

“Amatlah sedih hati Hay bin Yaqdzan ketika kambing yang menyusui dan mengasuhnya diwaktu kecil itu jatuh sakit. Ia mencoba memeriksa penyakit apa yang diderita kambing itu dan apa penyebabnya. Dan setelah kambing itu mati, diperiksanyalah jikalau penyakit yang menyebabkan maut itu dapat dilihat dalam dada hewan tersebut. Dibelahnya dada kambing itu dengan batu yang sudah diasahnya hingga tajam, diselidikinya struktur dan susunan jantung (pelajaran anatomi).

Timbulah perasaannya , bahwa sesuatu yang telah meninggalkan badan binatang itu adalah sesuatu yang tidak bersifat maddah tetapi bersifat lebih halus dari itu, yaitu ruhani yang apabila terhubung dengan badan jasmani menjadikan satu hewan yang hidup...........”

Ibnu Thufail membagi romannya ini atas beberapa bagian menurut tingkat pengetahuan tokoh utama yang didapatnya secara berangsur-angsur. (Bersambung)
Readmore »»

Friday, October 22, 2010

Agar Kesalahan Menjadi Pintu Kebaikan

0
Rabi’ bin Hutsaim, seorang tabiin yang terkenal memiliki sikap selalu membersihkan jiwa mengatakan, “Seandainya manusia itu tahu tentang aibnya sendiri niscaya tak ada orang yang akan mencela diri orang lain.” Suatu ketika ia pernah ditanya seorang sahabatnya, “Wahai Abu Yazid –panggilan Rabi’- mengapa engkau tidak pernah mencela orang lain?” Ia menjawab, “Demi Allah, jiwaku saja belum tentu diridhai Allah lalu untuk apa aku mencela orang lain? Sesungguhnya banyak manusia yang takut kepada Allah karena melihat dosa-dosa yang dilakukan oleh orang lain. Tetapi tidak sedikit di antara mereka yang seperti tidak merasakan hal itu dengan dosa yang ia lakukan sendiri.” (Tabaqat Ibnu Sa’ad, 6/168)

Saudaraku,
Siapa di antara kita yang kuat menahan malu, andai kita tahu daftar kesalahan, kedurhakaan, kemaksiatan, dan pelanggaran yang kita lakukan? Siapa di antara kita yang mampu menahan rasa hina yang tiada tara, jika saja kita mengetahui catatan perilaku buruk dan dosa yang telah kita lakukan? Hidup yang sudah kita lalui singkat. Dua puluh, tiga puluh, atau empat puluh tahun? Tapi siapa yang kuat menahan penyesalan akibat keburukan dan dosa yang kerap kita lakukan berulang-ulang?

Saudaraku, mari perbaharui taubat,
Mari perbanyak istighfar dan permohonan ampun pada Allah swt. Rasulullah menggambarkan, sebuah dosa seperti noda hitam di dalam hati. Kian banyak noda hitam itu, maka hati menjadi hitam legam, kelam. Sinarnya bukan hanya redup, tapi gelap. Cahayanya tertutup oleh titik-titik noda yang menjadikannya tak mampu lagi memandang dan menimbang kebenaran. “Bila seseorang melepaskan diri dari dosa, beristighfar dan bertaubat, hatinya akan cemerlang seperti semula. Dan bila ia mengulangi perbuatan dosa maka noda hitam itu akan bertambah hingga meliputi hatinya. Allah swt berfirman, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (HR. Turmudzi).

Mirip dengan hadits dan firman Allah tadi, Hasan Al Bashri menyebutkan bahwa ketaatan itu identik dengan cahaya batin dan kekuatan fisik. “Kebaikan itu memberi cahaya dalam hati, melahirkan kekuatan bagi tubuh. Sementara keburukan akan menggelapkan hati dan melemahkan tubuh, serta mempengaruhi terhadap rezeki,” ujar Hasan Al Bashri. Ia kemudian mengutip sebuaj sabda Rasulullah saw, “Seseorang dihalangi rezekinya karena dosa yang ia lakukan.” (HR. Ibnu Majah).

Saudaraku,
Meski begitu, kemaksiatan bukan akhir dari segalanya. Melakukan dosa tak berarti kejatuhan yang tak mungkin pelakunya bangkit kembali. Inti pesan yang ingin disampaikan dalam hadits dan perkataan Hasan Al Bashri tadi adakalah , ajakan utnuk mengulang-ulang dan memperbaharui taubat. Iamam Ibnul Qayyim pernah menguraikan panjang, betapa kesalahan dan dosa yuang diperbuat oleh Nabiyullah Adam as hingga ia diturunkan dari surga ke bumi, ternyata membuka banyak hikmah dan karunia Allah kepada Adam dan keturunannya. Dalam kitab Al Fawaid, Ibnul Qayyim menulis bahwa syaitan yang dengki gembira dengan jatuhnya Adam dan Hawa ke lembah dosa dan terpeleset dari surga. Tapi sesunggguhnya keluarnya Adam dan Hawa dari sutga menyebabkan ia melahirkan banyak karunia Allah kepadamanusia karena kemudian lahir anak cucu yang kelak menjadi khalifah di muka bumi. Bahkan ada hadits Rasulullah yang menyebutkan, “Dan demi dzat yang di diriku ada kekuasaan-Nya, jika kalian tak melakukan dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian lalu akan mendatangkan kaum lain yang akan berdosa, kemudian mereka bertaubat dan Allah menerima taubat mereka.” (HR. Muslim)

Ibnul Qayyim setelah itu, memberi komentar sangat indah bahwa ketika Adam dikeluarkan dari surga karena kesalahannya, tidak berarti Allah tidak memperdulikannya. Allah tetap memelihara keturunan Adam dan anak cucunya. Karena selanjutnya Allah pun tetap menjadikan surga untuk Adam dan anak cucunya yang beriman dan taat kepada Allah swt, selama-lamanya. Jadi, dikeluarkannya Adam dari surga seolah hanya sementara waktu untuk menyempurnakan bangunan surga itu sendiri. Sama seperti manusia yang ingin melakukan renovasi tempat tinggal lalu ia harus keluar dari rumah itu sementara dan kembali lagi. Tulis Ibnul Qayyim rahimahullah.

Ibnul Qayyim juga menggarisbawahi bahwa meski dengan segala keutamaan yang Allah berikan kepada Adam, tapi Adam tetap menyadari dan kembali kepada Allah, memohon ampun terhadap kemaksiatan yang dilakukannya. Karena itulah, Nabiyullah Adam as, yang disebutkan dalam Al Qur’an berbunyi, “Ya Rabb kami, kami telah mendzalimi diri kami sendiri dan jika Engkau tidak memberi ampun kepada diri kami niscaya kami menjadi orang-orang yang merugi….” Kesalahan telah membuat Adam merasakan kedekatan dan ketergantungan luar biasa kepada Allah swt.

Saudaraku,
Demikianlah. Kemaksiatan dan dosa, ternyata bisa saja menjadi pintu kebaikan bagi pelakunya. Syaratnya hanya satu, yakni perbaharui taubat. Pintu kebaikan ada di mana saja. Termasuk di hadapan pelaku kemaksiatan. Jangan mencela berlebihan perilaku maksiat yang dilakukan oleh orang lain. Karena mungkin saja di lain kemaksiatan itu ternyata melecut pelakunya untuk melakukan keshalihan yang bisa jadi kita sama sekali tidak mampu melakukannya.

Tinggalkan kemaksiatan, sesali dosa, perbaharui taubat, jangan biarkan diri hanyut dalam nikmatnya ayunan kesalahan. Ingat saudaraku, jika kita ikhlas, Allah pasti akan menggantikan kenikmatan dosa yang kita tinggalkan dengan sesuatu yang lebih indah dan nikmat sejak di dunia, terlebih di akhirat. Dengarkanlah perkataan yang diucapkan Ibnu Sirin, seorang tokoh ulama di zaman Tabi’in yang terkenal memiliki kepekaan spiritual di zamannya. Ia mengatakan, “Tidak ada seorang pun yang meninggalkan suatu keburukan yang ia rasakan nikmat, hanya karena Allah, kecuali ia pasti akan menemukan gantinya dari Allah swt…”

Atau perhatikanlah sabda Rasulullah saw, “Barang siapa yang memalingkan pandangan dari sesuatu yang haram, maka Allah akan berikan satu titik cahaya dalam hatinya…”

Saudaraku,
“Semoga Allah merahmati hamba yang berkata pada jiwanya, ‘Bukankah kamu telah melakukan ini? Bukankah kamu telah melakukan ini?’ Lalu ia mengikat jiwanya bahkan memukulnya, dan setelah itu ia mengurung jiwanya untuk selalu taat sesuai perintah Allah sampai ia menjadi komando bagi jiwanya dan bukan sebaliknya dikomando oleh nafsunya.” Begitu ucapan Malik bin Dinar.

Tengadahkan tangan saudaraku, kita sama-sama berdo’a: “Ya Allah, jadikan kondisi rahasiaku lebih baik dari kondisi lahirku. Dan jadikanlah kondisi lahirku itu baik. Jadikanlah batinku lebih baik dari lahirku. Dan jadikanlah lahirku baik. Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari menganggap diriku besar, tapi Engkau menganggapku kecil… Ya Allah, aku berlindung dengan ridho-Mu dari kemarahan-Mu.. aku berlindung dengan maaf-Mu dari azab-Mu
Readmore »»

Thursday, October 14, 2010

Abu Nashr Al-Farabi

0

Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Auzalagh bin Thurkhan, anak dari seorang pembesar militer dari Persia. Dilahirkan di Farab, Kazakhstan. Tidak diketahui pasti kapan tahun kelahirannya , akan tetapi beliau meninggal dalam umur +/- 80 tahun pada Bulan Rajab tahun 339 H (December 950M).


Diriwayatkan bahwa Al-Farabi adalah seorang yang amat bersahaja semasa hidupnya, mencari sesuap nasi pagi hingga petang sebagai tukang kebun. Walaupun demikian kefakiran yang dideritanya, tapi tidak sedikitpun menghalanginya untuk terus bekerja dalam dunia falsafah. Pada siang hari ia menyingsingkan lengan baju sebagai tukang kebun dan di malam hari ia sibuk memegang pena dan memutar otak sebagai seorang filosof meskipun hanya diterangi lampu yang sangat redup. Ia memberi syarah (penjelasan) dan komentar mengenai falsafah Aristoteles dan Plato yang sulit dimengerti, serta membandingkan paham kedua filosof tersebut dengan ajaran Agama Islam.

Al-Farabi berkeyakinan bahwa agama dan filsafat tidak bertentangan, justru sama-sama membawa kebenaran. Hal ini terbukti dengan karangannya yang berjudul Al-Jami’ Baina Ra’yani Al-Hakimain dengan maksud mempertemukan pikiran-pikiran plato dengan Aristoteles. Kendatipun begitu, Al-Farabi juga mempertemukan hasil-hasil pemikiran filsafat dengan wahyu dengan bersenjatakan ta’wil (interpretasi batini) . Al-Farabi umumnya dianggap sebagai pendiri dan seorang wakil paling terkemuka aliran utama filsafat Islam, yaitu aliran Masysyai (Peripaterik) filosof-keilmuan. Tidak heran jika ia mendapat gelar Al-Mu’alim Ats-Tsani .

Al-Farabi juga memperdalam semua ilmu yang dimiliki oleh Al-Kindi. Al-kindi adalah seorang ilmuwan dan filosof muslim yang sangat disegani dan berjasa besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan sains modern. Malah dalam beberapa ilmu Al-Farabi melebihi Al-Kindi, terutama dalam ilmu mantik.

Selain itu Al-farabi menulis lagi beberapa kitab tentang berbagai macam ilmu yang belum pernah ditulis oleh orang lain sebelumnya, seperti kitab Ih Sa Ul Ulum yaitu kitab mengenai ilmu statistik, yang telah diterjemahkan dalam bahasa latin dan Hibrani. Masih ada peninggalan salah satu naskah dari kitab tersebut di El-Escorial dekat kota Madrid.

Potilik Ekonomi

Selain dari itu Al-Farabi lah yang pertama kali menulis tentang “Assiyasatul Madaniyah”, yakni yang dinamakan orang sebagai “politik ekonomi”, yang dianggap oleh orang –orang Eropa sekarang sebagai ilmu dan pendapat mereka yang Asli atau orisinil. Padahal seorang filsof muslim, 1000 tahun yang lalu, telah menguraikan dasar ilmu tersebut. Kemudian ilmu tersebut diuraikan kembali oleh seorang Filsof muslim pula, Ibnu Chaldun, dalam kitabnya yang masyhur “Muqaddamah”. Dari tangan Ibnu chaldun inilah kemudain ilmu ini sampai kepada Machiavelli, Hegel, Gibbon, dan lain-lainnya. Kitab Assiyasatul Madaniyah ini ada yang dicetak di Beirut pada tahun 1906.


Musik
Tidak sedikit pula jasa Al-Farabi dalam memajukan ilmu musik. Ia mengarang lagu, ia membuat Instrumen, ia menulis teori dan memperbaiki berbagai kesalahan teori ahli musik terdahulu, serta menyusun metode belajar yang lebih sempurna. Diterangkan olehnya sifat-sifat suara, bagaimana irama (ritma), dan harmoninya. Ditunjukkannya berbagai macam maat (tempo) serta penggunaan Mayor dan Minor dalam nada.

Saat tinggal di Istana Saif al-Dawla Al-Hamdani di Kota Aleppo, Al-Farabi mengembangkan kemampuan musik serta teori tentang musik. Al-Farabi juga diyakini sebagai penemu dua alat musik, yakni rabab dan qanun. Ia menulis tak kurang dari lima judul kitab tentang musik. Salah satu kitab yang ia tulis adalah Kitabu al-Musiqa to al-Kabir atau The Great Book of Music, yang disebut-sebut sebagai buku penting dalam bidang musik.

Pemikirannya di bidang musik masih berpengaruh hingga abad ke-16 M. Kitab musik yang ditulisnya itu sempat diterjemahkan oleh Ibnu Aqnin (1160 M-1226 M) ke dalam bahasa Ibrani. Selain itu, karyanya itu juga dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin berjudul De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.
Didalam teori musik Al-Farabi itu, Ia mencoba menggabungkan antara musik dengan teorema Pythagoras, sehingga menghasilkan hipotesis yang disebut “suara bintang”. Dengan jalan praktek Al-Farabi menentukan bagaimana pengaruhnya gelombang-gelombang suara (Geluidsgloven) atas tali-tali dari alat musik. Dengan metoda yang orisinil dan otodidak, beliau menemukan cara menyusun suara atau susunan tangga nada yang lebih berwana dan enak tuk didengar, yang belum diketahui oleh ahli-ahli musik pada masa itu.

Seni musik yang berkembang begitu pesat di era kejayaan Islam tak hanya sekadar mengandung unsur hiburan. Para musisi Islam legendaris, seperti Abu Yusuf Yaqub ibnu Ishaq al-Kindi (801-873 M) dan Al-Farabi telah menjadikan musik sebagai alat pengobatan atau terapi. Sebelumnya Al-Kindi sudah menemukan adanya nilai-nilai pengobatan pada musik. Dengan terapi musik, al-Kindi mencoba menyembuhkan seorang anak yang mengalami quadriplegic atau lumpuh total. Sedangkan Al-Farabi menjelaskan terapi musik dalam risalah yang berjudul Meanings of Intellect. Dalam manuskripnya itu, al-Farabi telah membahas efek-efek musik terhadap jiwa. Terapi musik berkembang semakin pesat di dunia Islam pada era Kekhalifahan Turki Usmani. Gagasan dan pemikiran yang dicetuskan ilmuwan Muslim, seperti al-Razi, al-Farabi, dan Ibnu Sina, tentang musik sebagai alat terapi dikembangkan para ilmuwan di zaman kejayaan Turki Usmani.

Akhlaknya

Abu Nashr Al-Farabi hidup dengan akhlak yang tinggi, tidak terlalu mementingkan kepentingan dunia, tapi ia amat mencintai falsafah, ilmu dan kesenian. Pernah ia bekerja di istana Amir Saifud Daulah di Halb (Aleppo). Pun dimasa itu ia tidak pernah mau menerima pemberian dari Amir lebih dari keperluannya sehari-hari, kabarnya tidak lebih dari 4 dirham sehari. Kemudian ia pindah ke Damaskus, disanalah ia menetap hingga pulang ke Rahmatullah.

Al-Farabi meninggal paada tahun 950M. Sebagai seorang miskin, tidak meninggalkan harta benda, tetapi wafatnya sebagai seorang alim (yang berilmu), meninggalkan pusaka ruhani yang tak ternilai, takrusak dimakan masa, dari zaman ke zaman, menjadi sebuah mustika kebudayaan dunia.

Sekian, penjelasan Al-farabi, saya tutup dengan salah satu penggalan syairnya;

“Hidup bersahaja dialam maddah (materi) sebagai fakir, tapi memegang kendali di alam ruhani sebagai raja!”


-Royatul Islam-
Readmore »»

Wednesday, October 13, 2010

Cinta - Cermin Kebenaran

0
Begitulah susunan kejadiannya. Di awal hanya ada Allah sendiri. Lalu Ia menciptakan Arsy-Nya di atas air. Setelah itu Ia menciptakan pena. Kemudian dengan pena itulah Ia menitahkan penulisan semua makhluk yang akan Ia ciptakan di alam raya ini: langit, bumi, malaikat, manusia, jin hingga surga dan neraka. Dengan pena itu juga Ia menitahkan penulisan semua kejadian — dengan urutan-urutan dan kaitan-kaitannya pada dimensi ruang dan waktu yang akan dialami makhluk-makhluk-Nya.

Tampaknya dengan sengaja Ibnu Katsir mengawali bahasan sejarahnya dalam Awal dan Akhir dengan cerita tadi. Tiba-tiba sejarah terbentang sebagai sebuah cerita penciptaan tanpa henti. Dari Allah awalnya, dan kelak kesana akhirnya. Tapi jika Allah tidak mendapatkan manfaat dari ciptaan-ciptaan-Nya, maka tidak ada yang dapat menjelaskan motif di balik cerita kehidupan itu kecuali hanya satu kata: cinta!

Maka, kata Ibnul Qoyyim dalam bukunya Taman Para Pencinta, “semua gerak di alam raya ini, di langit dan bumi, adalah gerak yang lahir dari kehendak dan cinta.” Dengan dan untuk itulah alam ini bergerak. Kehendak dan cintalah alasan pergerakan dan perhentiannya. Bahkan dengan untuk kehendak dan cinta jugalah alam ini diciptakan.

Maka tak satupun makhluk di alam ini yang bergerak kecuali bahwa kehendak dan cintalah motif dan tujuannya. Sesungguhnya hakikat cinta adalah gerak jiwa sang pencinta kepada yang dicintainya. Maka cinta adalah gerak tanpa henti. Dan inilah makna kebenaran ketika Allah mengatakan: “Dan tiadalah Kami menciptakan langit dan bumi serta semua yang ada di antaranya kecuali dengan kebenaran.” (QS. Al Hijr:85)

Jadi
cinta adalah makna kebenaran dalam penciptaan. Itu sebabnya, hati yang dipenuhi dengan cinta lebih mudah dan cepat menangkap kebenaran. Cinta tidak tumbuh dalam hati yang dipenuhi keangkuhan, angkara murka dan dendam. Cinta melahirkan pengakuan dan kerendahan hati. Cinta adalah cahaya yang memberikan kekuatan penglihatan pada mata hati kita. Begitulah cinta akhirnya membimbing tangan Abu Bakar, Al Najasyi, atau Cat Steven kepada Islam. Begitu juga akhirnya keangkuhan menyesatkan Abu Jahal, Heraklius, atau George Bush. Cinta dalam jiwa, kata Iqbal, serupa penglihatan pada mata.

Pengetahuan bahkan bisa menyesatkan kalau ia tidak dibimbing oleh kelembutan tangan cinta. Itu kebutaan!!!, kata Einstein. Sebab ia tidak melahirkan pengakuan dan kerendahan hati. Itu juga yang menjelaskan mengapa ilmu pengetahuan modern justru menjauhkan Barat dari Tuhan. Disana cinta tidak membimbing pengetahuan. Maka dengan penuh keyakinan Iqbal kemudian berkata dalam Javid Namah:

                  Pengetahuan bersemayam dalam pikiran,
                  Tempat cinta ialah hati yang sadar-jaga,
                  Selama pengetahuan yang tak sedikit juga mengandung cinta,
                  Adalah itu hanya permainan sulap si Samiri;
                  Pengetahuan tanpa Ruh Kudus hanya penyihiran
Readmore »»